Filsafat Ilmu
Teori Pengetahuan Pengetahuan
(knowledge atau ilmu )adalah bagian yang esensial- aksiden manusia, karena
pengetahuan adalah buah dari "berpikir
". Berpikir ( atau natiqiyyah)
adalah sebagai differentia ( atau fashl) yang memisahkan manusia dari
sesama genus-nya,yaitu hewan. Dan
sebenarnya kehebatan manusia dan " barangkali " keunggulannya dari
spesies-spesies lainnya karena pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini
tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Lalu apa yang telah dan ingin
diketahui oleh manusia ? Bagaimana manusia berpengetahuan ? Apa yang ia lakukan
dan dengan apa agar memiliki pengetahuan ? Kemudian apakah yang ia ketahui itu
benar ? Dan apa yang mejadi tolak ukur kebenaran ? Pertanyaan-pertanyaan di
atas sebenarnya sederhana sekali karena pertanyaan-pertanyaan ini sudah
terjawab dengan sendirinya ketika manusia sudah masuk ke alam realita. Namun
ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka tidak
menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang
mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu
yang rumit (complicated). Oleh karena
masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu
yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan
perbedaan dalam cara memandang dunia (world
view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi. Dan itulah
realita dari kehidupan manusia yang memiliki aneka ragam sudut pandang dan
ideologi. Atas dasar itu, manusia -paling tidak yang menganggap penting
masalah-masalah diatas- perlu membahas ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Dalam
hal ini, ilmu tidak lagi menjadi satu aktivitas otak, yaitu menerima, merekam,
dan mengolah apa yang ada dalam benak, tetapi ia menjadi objek. Para pemikir menyebut ilmu tentang ilmu ini dengan epistemologi (teori pengetahuan atau nadzariyyah al ma'rifah). Epistemologi menjadi sebuah kajian,
sebenarnya, belum terlalu lama, yaitu sejak tiga abad yang lalu dan berkembang
di dunia barat. Sementara di dunia Islam kajian tentang ini sebagai sebuah ilmu
tersendiri belum populer. Belakangan beberapa pemikir dan filusuf Islam
menuliskan buku tentang epistemologi secara khusus seperti, Mutahhari dengan
bukunya "Syinakht",
Muhammad Baqir Shadr dengan "Falsafatuna"-nya,
Jawad Amuli dengan "Nadzariyyah al
Ma'rifah"-nya dan Ja'far
Subhani dengan "Nadzariyyah al
Ma'rifah"-nya. Sebelumnya, pembahasan tentang epistemologi di bahas di
sela-sela buku-buku filsafat klasik dan mantiq. Mereka -barat- sangat menaruh
perhatian yang besar terhadap kajian ini, karena situasi dan kondisi yang
mereka hadapi. Dunia barat (baca: Eropa) mengalami ledakan kebebasan
berekspresi dalam segala hal yang sangat besar dan hebat yang merubah cara
berpikir mereka. Mereka telah bebas dari trauma intelektual. Adalah Renaissance
yang paling berjasa bagi mereka dalam menutup abad kegelapan Eropa yang panjang
dan membuka lembaran sejarah mereka yang baru. Supremasi dan dominasi gereja
atas ilmu pengetahuan
telah hancur. Sebagai akibat dari runtuhnya gereja yang memandang dunia dangan pandangan yang apriori atas nama Tuhan dan agama, mereka mencoba mencari alternatif lain dalam memandang dunia (baca: realita). Maka dari itu, bemunculan berbagai aliran pemikiran yang bergantian dan tidak sedikit yang kontradiktif. Namun secara garis besar aliran-aliran yang sempat muncul adalah ada dua, yakni aliran rasionalis dan empiris. Dan sebagian darinya telah lenyap. Dari kaum rasionalis muncul Descartes, Imanuel Kant, Hegel dan lain-lain. Dan dari kaum empiris adalah Auguste Comte dengan Positivismenya, Wiliam James dengan Pragmatismenya, Francis Bacon dengan Sensualismenya. Berbeda dengan barat, di dunia Islam tidak terjadi ledakan seperti itu, karena dalam Islam agama dan ilmu pengetahuan berjalan seiring dan berdampingan, meskipun terdapat beberapa friksi antara agama dan ilmu, tetapi itu sangat sedikit dan terjadi karena interpretasi dari teks agama yang terlalu dini. Namun secara keseluruhan agama dan ilmu saling mendukung. Malah tidak sedikit dari ulama Islam, juga sebagai ilmuwan seperti : Ibnu Sina, al Farabi, Jabir bin al Hayyan, al Khawarizmi, Syekh al Thusi dan yang lainnya. Oleh karena itu, ledakan intelektual dalam Islam tidak terjadi. Perkembangan ilmu di dunia Islam relatif stabil dan tenang. Filsafat Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang telah di-Arabkan. Kata ini barasal dari dua kata "philos" dan "shopia" yang berarti pecinta pengetahuan. Konon yang pertama kali menggunakan kata "philoshop" adalah Socrates. (dan masih konon juga) Dia menggunakan kata ini karena dua alasan, Pertama, kerendah-hatian dia. Meskipun ia seorang yang pandai dan luas pengetahuannya, dia tidak mau menyebut dirinya sebagai orang yang pandai. Tetapi dia memilih untuk disebut pecinta pengetahuan. Kedua, pada waktu itu, di Yunani terdapat beberapa orang yang menganggap diri mereka orang yang pandai (shopis). Mereka pandai bersilat lidah, sehingga apa yang mereka anggap benar adalah benar. Jadi kebenaran tergantung apa yang mereka katakan. Kebenaran yang riil tidak ada. Akhirnya manusia waktu itu terjangkit skeptis, artinya mereka ragu-ragu terhadap segala sesuatu, karena apa yang mereka anggap benar belum tentu benar dan kebenaran tergantung orang-orang shopis. Dalam keadaan seperti ini, Socrates merasa perlu membangun kepercayaan kepada manusia bahwa kebenaran itu ada dan tidak harus tergantung kepada kaum shopis. Dia berhasil dalam upayanya itu dan mengalahkan kaum shopis. Meski dia berhasil, ia tidak ingin dikatakan pandai, tetapi ia memilih kata philoshop sebagai sindiran kepada mereka yang sok pandai. Kemudian perjuangannya dilanjutkan oleh Plato, yang dikembangkan lebih jauh oleh Aristoteles. Aristoteles menyusun kaidah-kaidah berpikir dan berdalil yang kemudian dikenal dengan logika (mantiq) Aristotelian. Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan methafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusa rumah tangga; (3) sosial dan politik. Filusuf adalah orang yang mengetahui semua cabang-cabang ilmu pengetahuan tadi.
telah hancur. Sebagai akibat dari runtuhnya gereja yang memandang dunia dangan pandangan yang apriori atas nama Tuhan dan agama, mereka mencoba mencari alternatif lain dalam memandang dunia (baca: realita). Maka dari itu, bemunculan berbagai aliran pemikiran yang bergantian dan tidak sedikit yang kontradiktif. Namun secara garis besar aliran-aliran yang sempat muncul adalah ada dua, yakni aliran rasionalis dan empiris. Dan sebagian darinya telah lenyap. Dari kaum rasionalis muncul Descartes, Imanuel Kant, Hegel dan lain-lain. Dan dari kaum empiris adalah Auguste Comte dengan Positivismenya, Wiliam James dengan Pragmatismenya, Francis Bacon dengan Sensualismenya. Berbeda dengan barat, di dunia Islam tidak terjadi ledakan seperti itu, karena dalam Islam agama dan ilmu pengetahuan berjalan seiring dan berdampingan, meskipun terdapat beberapa friksi antara agama dan ilmu, tetapi itu sangat sedikit dan terjadi karena interpretasi dari teks agama yang terlalu dini. Namun secara keseluruhan agama dan ilmu saling mendukung. Malah tidak sedikit dari ulama Islam, juga sebagai ilmuwan seperti : Ibnu Sina, al Farabi, Jabir bin al Hayyan, al Khawarizmi, Syekh al Thusi dan yang lainnya. Oleh karena itu, ledakan intelektual dalam Islam tidak terjadi. Perkembangan ilmu di dunia Islam relatif stabil dan tenang. Filsafat Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang telah di-Arabkan. Kata ini barasal dari dua kata "philos" dan "shopia" yang berarti pecinta pengetahuan. Konon yang pertama kali menggunakan kata "philoshop" adalah Socrates. (dan masih konon juga) Dia menggunakan kata ini karena dua alasan, Pertama, kerendah-hatian dia. Meskipun ia seorang yang pandai dan luas pengetahuannya, dia tidak mau menyebut dirinya sebagai orang yang pandai. Tetapi dia memilih untuk disebut pecinta pengetahuan. Kedua, pada waktu itu, di Yunani terdapat beberapa orang yang menganggap diri mereka orang yang pandai (shopis). Mereka pandai bersilat lidah, sehingga apa yang mereka anggap benar adalah benar. Jadi kebenaran tergantung apa yang mereka katakan. Kebenaran yang riil tidak ada. Akhirnya manusia waktu itu terjangkit skeptis, artinya mereka ragu-ragu terhadap segala sesuatu, karena apa yang mereka anggap benar belum tentu benar dan kebenaran tergantung orang-orang shopis. Dalam keadaan seperti ini, Socrates merasa perlu membangun kepercayaan kepada manusia bahwa kebenaran itu ada dan tidak harus tergantung kepada kaum shopis. Dia berhasil dalam upayanya itu dan mengalahkan kaum shopis. Meski dia berhasil, ia tidak ingin dikatakan pandai, tetapi ia memilih kata philoshop sebagai sindiran kepada mereka yang sok pandai. Kemudian perjuangannya dilanjutkan oleh Plato, yang dikembangkan lebih jauh oleh Aristoteles. Aristoteles menyusun kaidah-kaidah berpikir dan berdalil yang kemudian dikenal dengan logika (mantiq) Aristotelian. Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan methafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusa rumah tangga; (3) sosial dan politik. Filusuf adalah orang yang mengetahui semua cabang-cabang ilmu pengetahuan tadi.
Mungkinkah
Manusia itu Mempunyai Pengetahuan ?
Masalah
epistemologis yang sejak dahulu dan juga sekarang menjadi bahan kajian adalah,
apakah berpengetahuan itu mungkin ? Apakah dunia (baca: realita) bisa diketahui
? Sekilas masalah ini konyol dan menggelikan. Tetapi terdapat beberapa orang
yang mengingkari pengetahuan atau meragukan pengetahuan. Misalnya, bapak kaum sophis, Georgias, pernah dikutip darinya
sebuah ungkapan berikut, "Segala sesuatu tidak ada. Jika adapun, maka
tidak dapat diketahui, atau jika dapat diketahui, maka tidak bisa
diinformasikan." Mereka mempunyai beberapa alasan yang cukup kuat ketika
berpendapat bahwa pengetahuan sesuatu yang tidak ada atau tidak dapat
dipercaya. Pyrrho salah seorang dari mereka menyebutkan bahwa manusia ketika
ingin mengetahui sesuatu menggunakan dua alat yakni, indra dan akal. Indra yang
merupakan alat pengetahuan yang paling dasar mempunyai banyak kesalahan, baik
indra penglihat, pendengar, peraba, pencium dan perasa. Mereka mengatakan satu
indra saja mempunyai kesalahan ratusan. Jika demikian adanya, maka bagaimana
pengetahuan lewat indra dapat dipercaya ? Demikian pula halnya dengan akal.
Manusia seringkali salah dalam berpikir. Bukti yang paling jelas bahwa di
antara para filusuf sendiri terdapat perbedaan yang jelas tidak mungkin semua
benar pasti ada yang salah. Maka akalpun tidak dapat dipercaya. Oleh karena
alat pengetahuan hanya dua saja dan keduanya mungkin bersalah, maka pengetahuan
tidak dapat dipercaya. Pyrrho ketika berdalil bahwa pengetahuan tidak mungkin
karena kasalahan-kesalahan yang indra dan akal, sebenarnya, ia telah mengetahui
(baca: meyakini) bahwa pengetahuan tidak mungkin. Dan itu merupakan
pengetahuan. Itu pertama. Kedua, ketika ia mengatakan bahwa indra dan akal
seringkali bersalah, atau katakan, selalu bersalah, berarti ia mengetahui bahwa
indra dan akal itu salah. Dan itu adalah pengetahuan juga. Alasan yang dikemukakan oleh Pyrrho tidak
sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan sesuatu yang tidak mungkin. Alasan itu
hanya dapat membuktikan bahwa ada kesalahan dalam akal dan indra tetapi tidak
semua pengetahuan lewat keduanya salah. Oleh karen itu mesti ada cara agar akal
dan indra tidak bersalah. Menurut Ibnu Sina, ada cara lain yang lebih efektif
untuk menghadapi mereka, yaitu pukullah mereka. Kalau dia merasakan kesakitan
berarti mereka mengetahui adanya sakit (akhir
dawa' kay). " Cogito, ergosum
"-nya Descartes. Rene Descartes termasuk pemikir yang beraliran
rasionalis. Ia cukup berjasa dalam membangkitkan kembali rasionalisme di barat.
Muhammad Baqir Shadr memasukkannya ke dalam kaum rasionalis. Ia termasuk
pemikir yang pernah mengalami skeptisme
akan pengetahuan dan realita, namun ia selamat dan bangkit menjadi seorang yang
meyakini realita. Bangunan rasionalnya beranjak dari keraguan atas realita dan
pengetahuan. Ia mencari dasar keyakinannya terhadap Tuhan, alam, jiwa dan kota
Paris. Dia mendapatkan bahwa yang menjadi dasar atau alat keyakinan dan
pengetahuannya adalah indra dan akal. Ternyata keduanya masih perlu
didiskusikan, artinya keduanya tidak memberika hal yang pasti dan meyakinkan.
Lantas dia berpikir bahwa segala sesuatu bisa diragukan, tetapi ia tidak bisa
meragukan akan pikirannya. Dengan kata lain ia meyakini dan mengetahui bahwa
dirinya ragu-ragu dan berpikir. Ungkapannya yang populer dan sekaligus fondasi
keyakinan dan pengetahuannya adalah " Saya berpikir (baca : ragu-ragu),
maka saya ada ". Argumentasinya akan realita menggunakan silogisme kategoris bentuk pertama,
namun tanpa menyebutkan premis mayor.
Saya berpikir, setiap yang berpikir ada,
maka saya ada. Keraguan al Ghazzali.
Dari dunia Islam adalah Imam al Ghazzali yang pernah skeptis terhadap realita, namun iapun selamat dan menjadi pemikir
besar dalam filsafat dan tashawwuf. Perkataannya yang populer adalah "
Keraguan adalah kendaraan yang mengantarkan seseorang ke keyakinan ".
Sumber Dan Alat Pengetahuan.
Setelah
pengetahuan itu sesuatu yang mungkin dan realistis, masalah yang dibahas dalam lliteratur-literatur epistimologi Islam
adalah masalah yang berkaitan dengan sumber dan alat pengetahuan. Sesuai dengan hukum kausaliltas
bahwa setiap akibat pasti ada sebabnya, maka pengetahuan adalah sesuatu yang
sifatnya aksidental -baik menurut teori recolection-nya
Plato, teori Aristoteles yang rasionalis-paripatetik, teori iluminasi-nya
Suhrawardi, dan filsafat-materialisnya kaum empiris- dan pasti mempunyai sebab
atau sumber. Tentu yang dianggap sebagai
sumber pengetahuan itu beragam dan berbeda sebagaimana beragam dan berbedanya
aliran pemikiran manusia. Selain pengetahuan itu mempunyai sumber, juga
seseorang ketika hendak mengadakan kontak dengan sumber-sumber itu, maka dia
menggunakan alat. Para filusuf Islam menyebutkan beberapa sumber dan sekaligus
alat pengetahuan, yaitu : Alam tabi'at atau alam fisik Alam Akal
Analogi ( Tamtsil) Hati dan Ilham
1. Alam tabi'at atau alam
fisik Manusia sebagai wujud yang
materi, maka selama di alam materi ini ia tidak akan lepas dari hubungannya
dengan materi secara interaktif, dan hubungannya dengan materi menuntutnya
untuk menggunakan alat yang sifatnya materi pula, yakni indra (al hiss), karena sesuatu yang materi
tidak bisa dirubah menjadi yang tidak materi (inmateri). Contoh yang paling
konkrit dari hubungan dengan materi dengan cara yang sifatnya materi pula
adalah aktivitas keseharian manusia di dunia ini, sepert makan, minum, hubungan
suami istri dan lain sebagianya. Dengan demikian, alam tabi'at yang materi
merupakan sumber pengetahuan yang "barangkali" paling awal dan indra
merupakan alat untuk berpengetahuan yang sumbernya tabi'at. Tanpa indra manusia
tidak dapat mengetahui alam tabi'at. Disebutkan bahwa, barang siapa tidak
mempunyai satu indra maka ia tidak akan mengetahui sejumlah pengetahuan. Dalam filsafat Aristoteles klasik pengetahuan lewat indra termasuk
dari enam pengetahuan yang aksioamatis (badihiyyat).
Meski indra berperan sangat signifikan dalam berpengetahuan, namun indra hanya
sebagai syarat yang lazim bukan
syarat yang cukup. Peranan indra hanya memotret realita materi yang sifatnya
parsial saja, dan untuk meng-generalisasi-kannya dibutuhkan akal. Malah dalam
kajian filsafat Islam yang paling akhir, pengetahuan yang diperoleh melalui
indra sebenarnya bukanlah lewat indra. Mereka mengatakan bahwa obyek pengetahuan (al ma'lum)
ada dua macam, yaitu, (1) obyek pengetahuan yang substansial dan (2) obyek
pengetahuan yang aksidental. Yang diketahui
secara substansial oleh manusia adalah obyek yang ada dalam benak, sedang
realita di luar diketahui olehnya hanya bersifat aksidental. Menurut pandangan
ini, indra hanya merespon saja dari realita luar ke relita dalam. Pandangan Sensualisme (al-hissiyyin). Kaum sensualisme, khususnya John Locke, menganggap bahwa
pengetahuan yang sah dan benar hanya lewat indra saja. Mereka mengatakan bahwa
otak manusia ketika lahir dalam keadaan kosong dari segala bentuk pengetahuan,
kemudian melalui indra realita-realita di luar tertanam dalam benak. Peranan
akal hanya dua saja yaitu, menyusun dan memilah, dan meng-generalisasi. Jadi
yang paling berperan adalah indra. Pengetahuan yang murni lewat akal tanpa
indra tidak ada. Konskuensi dari pandangan ini adalah bahwa realita yang bukan
materi atau yang tidak dapat bersentuhan dengan indra, maka tidak dapat
diketahui, sehingga pada gilirannya mereka mengingkari hal-hal yang metafisik
seperti Tuhan.
2.
Alam Akal Kaum Rasionalis,
selain alam tabi'at atau alam fisika, meyakini bahwa akal merupakan sumber
pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka
menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra
hanya pembantu saja. Indra hanya merekam atau memotret realita yanng berkaitan
dengannya, namun yang menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena kata mereka,
indra saja tanpa akal tidak ada artinya. Tetapi tanpa indra pangetahuan akal
hanya tidak sempurna, bukan tidak ada. Aktivitas-aktiviras Akal Menarik
kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah mengambil sebuah
hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang general. Aktivitas ini dalam
istilah logika disebut silogisme kategoris
demonstratif. Mengetahui konsep-konsep yang general. Ada
dua teori yang menjelaskan aktivitas akal ini, pertama, teori yang mengatakan bahwa akal terlebih dahulu menghilangkan
ciri-ciri yang khas dari beberapa person dan membiarkan titik-titik kesamaan
mereka. Teori ini disebut dengan teori tajrid
dan intiza'. Kedua, teori yang mangatakan bahwa
pengetahuan akal tentang konsep yang general melalui tiga tahapan, yaitu
persentuhan indra dengan materi, perekaman benak, dan generalisasi. Pengelompokan Wujud. Akal mempunyai kemampuan
mengelompokkan segala yang ada di alam realita ke beberapa kelompok, misalnya
realita-realita yang dikelompokkan ke dalam substansi, dan ke dalam aksdensi
(yang sembilan macam). Pemilahan dan
Penguraian. Penggabungan dan
Penyusunan. Kreativitas.
3.
Analogi (Tamtsil) Termasuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam
terminologi fiqih disebut qiyas.
Analogi ialah menetapkan hukum (baca; predikat) atas sesuatu dengan hukum yang
telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya kesamaan antara dua sesuatu itu.
Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu kasus parsial yang telah
diketahui hukumnya. (2) cabang, yaitu kasus parsial yang hendak diketahui
hukumnya, (3) titik kesamaan antara asal dan cabang dan (4) hukum yang sudah
ditetapkan atas asal. Analogi dibagi dua; Analogi
interpretatif : Ketika sebuah kasus yang sudah jelas hukumnya, namun tidak
diketahui illatnya atau sebab
penetapannya. Analogi Yang Dijelaskan illatnya : Kasus
yang sudah jelas hukum dan illatnya. 4. Hati dan Ilham Kaum empiris yang
memandang bahwa ada sama dengan materi sehingga sesuatu yang inmateri adalah
tidak ada, maka pengetahuan tentang in materi tidak mungkin ada. Sebaliknya
kaum Ilahi ( theosopi) yang meyakini bahwa ada lebih luas dari sekedar materi,
mereka mayakini keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan tentangnya tidak
mungkin lewat indra tetapi lewat akal atau hati. Tentu yang dimaksud dengan
pengetahuan lewat hati disini adalah penngetahuan tentang realita inmateri
eksternal, kalau yang internal seperti rasa sakit, sedih, senang, lapar, haus
dan hal-hal yang iintuitif lainnya diyakini keberadaannya oleh semua orang
tanpa kecuali. Bagaimana mengetahui lewat hati ? Filusuf Ilahi Mulla Shadra
ra. berkata, "Sesungguhnya ruh manusia jika lepas dari badan dan berhijrah
menuju Tuhannya untuk menyaksikan tanda-tanda-Nya yang sangat besar, dan juga
ruh itu bersih dari kamaksiatan-kemaksiatan, syahwat dan ketarkaitan, maka akan
tampak padanya cahaya makrifat dan keimanan kepada Allah dan malakut-Nya yang
sangat tinggi. Cahaya itu jika menguat dan mensubstansi, maka ia menjadi
substansi yang qudsi, yang dalam
istilah hikmah teoritis oleh para ahli hikmat disebut dengan akal efektif dan
dalam istilah syariat kenabian disebut ruh yang suci. Dengan cahaya akal yang
kuat, maka terpancar di dalamnya -yakni ruh manusia yang suci- rahasia-rahasia
yang ada di bumi dan di langit dan akan tampak darinya hakikat-hakikat segala
sesuatu sebagimana tampak dengan cahaya sensual mata (alhissi) gambaran-gambaran konsepsi dalam kekuatan mata jika tidak
terhalang tabir. Tabir di sini -dalam pembahasan ini- adalah pengaruh-pengaruh
alam tabiat dan kesibukan-kesibukan dunia, karena hati dan ruh -sesuai dengan
bentuk ciptaannya- mempunyai kelayakan untuk menerima cahaya hikmah dan iman
jika tidak dihinggapi kegelapan yang merusaknya seperti kekufuran, atau tabir
yang menghalanginya seperti kemaksiatan dan yang berkaitan dengannya "
Kemudian beliau melanjutkan, "Jika jiwa berpaling dari ajakan-ajakan
tabiat dan kegelapan-kegelapan hawa nafsu, dan menghadapkan dirinya kepada
Alhaq dan alam malakut, maka jiwa itu akan berhubungan dengan kebahagiaan yang
sangat tinggi dan akan tampak padanya rahasia alam malakut dan terpantul
padanya kesucian (qudsi) Lahut
." (al-Asfar al-Arba'ah jilid 7 halaman 24-25). Tentang kebenaran realita
alam ruh dan hati ini, Ibnu Sina berkata, "Sesungguhnya para 'arifin
mempunyai makam-makam dan derajat-derajat yang khusus untuk mereka. Mereka
dalam kehidupan dunia di bawah yang lain. Seakan-akan mereka itu, padahal
mereka berada dengan badan mereka, telah melepaskan dan meninggalkannya untuk
alam qudsi. Mereka dapat menyaksikan
hal-hal yang halus yang tidak dapat dibayangkan dan diterangkan dengan lisan.
Kesenangan mereka dengan sesuatu yang tidak dapat dilihat mata dan didengar
telinga. Orang yang tidak menyukainya akan mengingkarinya dan orang yang
memahaminya akan membesarkannya." (al-Isyarat jilid 3 bagian kesembilan
tentang makam-makam para 'arif halaman 363-364) Kemudia beliau melanjutkan,
"Jika sampai kepadamu berita bahwa seorang 'arif berbicara -lebih dulu-
tentang hal yang gaib (atau yang akan terjadi), dengan berita yang menyenangkan
atau peringatan, maka percayailah. Dan sekali-sekali anda keberatan untuk mempercayainya,
karena apa yang dia beritakan mempunyai sebab-sebab yang jelas dalam
pandangan-pandangan (aliran-aliran) tabi'at." Pengetahuan tentang alam
gaib yang dicapai manusia lewat hati jika berkenaan dengan pribadi seseorang
saja disebut ilham atau isyraq, dan jika berkaitan dengan
bimbingan umat manusia dan penyempurnaan jiwa mereka dengan syariat disebut wahyu.
Islam dan Sumber-sumber
Pengetahuan Dalam teks-teks Islam -Qur'an dan Sunnah- dijelaskan tentang
sumber dan alat pengetahuan: Indra dan
akal Allah swt. berfirman, "Dan Allah yang telah mengeluarkan
kalian dari perut ibu kalian, sementara kalian tidak mengetahui sesuatu pun,
dan (lalu) Ia meciptakan untuk kalian pendengaran, penglihatan dan hati ( atau
akal) agar kalian bersyukur ". (QS. al-Nahl: 78). Islam tidak hanya menyebutkan pemberian Allah
kepada manusia berupa indra, tetapi juga menganjurkan kita agar menggunakannya,
misalnya dalam al-Qur'an Allah swt. berfirman, "Katakanlah, lihatlah segala yang ada di langit-langit dan di
bumi." (QS. Yunus: 101 ). Dan ayat-ayat yang lainnya yang banyak
sekali tentang anjuran untuk bertafakkur. Qur'an juga dalam membuktikan
keberadaan Allah dengan pendekatan alam materi dan pendakatan akal yang murni
seperti, "Seandainya di langit dan
di bumi ada banyak tuhan selain Allah, niscaya keduanya akan hancur." (QS.
al-Anbiya': 22). Ayat ini menggunakan pendekatan rasional yang biasa disebut
dalam logika Aristotelian dengan silogisme
hipotesis. Atau ayat lain yang berbunyi, "Allah memberi perumpamaan, seorang yang yang diperebutkan oleh
banyak tuan dengan seorang yang menyerahkan dirinya kepada seorang saja, apakah
keduanya sama ?" (QS. al-Zumar: 29) Hati Allah swt berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, niscaya Ia akan memberikan kepada kalian
furqon." (QS. al-Anfal: 29) Maksud ayat ini adalah bahwa Allah swt.
akan memberikan cahaya yang dengannya mereka dapat membedakan antara yang haq
dengan yang batil. Atau ayat yang berbunyi, "Dan
bertakwalah kepada Allah maka Ia akan mengajari kalian. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu." (QS. al-Baqarah: 282). Dan ayat-ayat yang
lainnya. Syarat dan Penghalang
Pengetahuan. Meskipun berpengetahuan
tidak bisa dipisahkan dari manusia, namun seringkali ada hal-hal yang mestinya
diketahui oleh manusia, ternyata tidak diketahui olehnya. Oleh karena itu ada beberapa pra-syarat untuk
memiliki pengetahuan, yaitu : Konsentrasi
Orang yang tidak mengkonsentasikan
(memfokuskan) indra dan akal pikirannya pada benda-benda di luar, maka dia
tidak akan mengetahui apa yang ada di sekitarnya. Akal yang sehat Orang yang
akalnya tidak sehat tidak dapat berpikir dengan baik. Akal yang tidak sehat ini
mungkin karena penyakit, cacat bawaan atau pendidikan yang tidak benar. Indra yang sehat Orang yang salah satu atau semua indranya
cacat maka tidak mengetahui alam materi yang ada di sekitarnya. Jika
syarat-syarat ini terpenuhi maka seseorang akan mendapatkan pengetahuan lewat
indra dan akal. Kemudian pengetahuan daat dimiliki lewat hati. Pengetahuan ini
akan diraih dengan syarat-syarat seperti, membersihkan hati dari kemaksiatan,
memfokuskan hati kepada alam yang lebih tinggi, mengosongkan hati dari
fanatisme dan mengikuti aturan-aturan sayr
dan suluk. Seorang yang hatinya
seperti itu akan terpantul di dalamnya cahaya Ilahi dan kesempurnaanNya. Ketika
syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka pengetahuan akan terhalang dari manusia.
Secara spesifik ada beberapa sifat yang menjadi penghalang pengetahuan, seperti
sombong, fanatisme, taqlid buta (tanpa dasar yang kuat), kepongahan karena
ilmu, jiwa yang lemah (jiwa yang mudah dipengaruhi pribadi-pribadi besar) dan
mencintai materi secara berlebihan. Wal
hamdulillah awwalan wa akhiran.
(Makalah
Ust. Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad)</TBODY>
Makin progresif lewat pengembangan IT, mantap Mas..
BalasHapusjangan lupa mampir kesini www.mrdhan.wordpress.com
Makasih Mas,,upaya dedikasi dg tman2,agar smua mnjdi ..
Hapus